Perjalanan menggapai atap Sumatera ; Gunung Kerinci 3805 mdpl

Mungkin bagi sebagian orang, perjalanan ini biasa saja, tapi bagi saya pribadi perjalanan ini perjalanan yang paling banyak mengubah saya sebagai pejalan itu sendiri.
seperti mimpi yang menjadi kenyataan, begitulah rasanya ketika sampai ke atas sini

Terburu-buru kami mengejar bis yang hendak berhenti, “gilmanuk pak?”    Tanya bang oci, “iya dek, naik aja, langsung cari tempat duduk yang kosong”, balas kernek bis jurusan Banyuwangi itu.

Tengah malam di pinggiran jalan Menguwi, saya memulai langkah sendirian, membawa si merah yang selalu setia di pundak. Perjalanan ke Sumatera dari Bali adalah perjalanan pertama saya sejauh itu seorang diri. Meyakinkan diri ketika seorang diri di atas kapal penyebrangan Bali-Jawa bahwa semua pasti berjalanan sesuai rencana.

Pukul 04.00 WIB saya tiba di Banyuwangi, berjalan seorang diri dari pelabuhan Ketapang ke Stasiun Banyuwangi Baru cukup membuat saya menjadi pusat perhatian. Sempat digodaian abang-abang yang mengira saya ketinggalan bis karena ketiduran, atau sempat disamperin kernek-kernek trek karena  dikira nyari tumpangan gratis, syukurlah masih selamat sampai stasiun.


 Perjalanan 13 jam di kereta seorang diri itu sangat membosankan. Membawa 2 bekal buku yang niat saya habiskan selama perjalanan ternyata hanya tersentuh sebentar, selebihnya saya gunakan untuk tidur, sisanya ngobrol dengan Ibu-Ibu yang sudah tau saya tidak bisa bahasa Jawa tetap aja diajak ngomong bahasa Jawa.
muka bangun tidur
Pukul 19.30 WIB saya tiba di Jogjakarta dijemput ayuk yang lupa bawa helm, jadinya kami harus mencari jalan belakang yang cukup jauh untuk sampai di kosannya. Kenyataanya, ayuk dan anggit besoknya akan berangkat ke Lombok, dan saya sore harinya berangkat ke Jakarta.


Setelah mengantar ayuk ke bandara, saya melanjutkan tidur dan packing. Menjelang keberangkatan hujan menguyur Jogjakarta begitu deras, perasaan bingung mulai menghampiri, setelah memesan gojek yang abang-abangnya juga kehujanan, saya memohon untuk melajukan motornya agar sampai di stasiun Lempuyangan tepat waktu. Stasiun saat itu begitu ramai dan pada karena semua orang kehujanan dan tampak terburu-buru mengejar kereta. Saya datang dengan tampang setengah basah dan tidak bisa berlari karena takut terpeleset walaupun saya tahu kereta sudah siap berangkat.

Perjalanan 8 jam menuju Jakarta juga cukup membosankan, walaupun berangkat bersama Andre tapi kami beda tempat duduk, jadi tetap seperti berjalan sendirian. Kami tiba di stasiun Pasar Senen pukul 23.30 WIB, kemudian naik gojek ke apartemen Naya. Untuk pertama kalinya bertemu Naya dan dia dengan baik hati mau memberi tumpangan.

Pagi yang cukup cerah mengantar keberangkatanku ke Bandara Soekarno-Hatta menggunakan Bis Damri. Sebenarnya perjalanan ke Kerinci berjumlah 4 orang, hanya saja karena tiket untuk penerbangan malam hari harganya dua kali lipat dari penerbangan siang, maka saya memutuskan mengambil penerbangan siang ke Padang seorang diri.
naik damri seorang diri

di pesawat juga seorang diri




Bertemu orang baik di Padang
Untuk pertama kalinya menginjakan kaki di tana minang seorang diri, berbekal pertemanan yang bisa sangat membantu banyak hal, maka teman saya di Jakarta si jek, mengenalkan saya dengan abang dia di Padang, bang Niko.

Siang yang cukup terik menyambut kedantangan saya di bandara Minangkabau, Padang , Sumatera Barat, dengan tergopoh-gopoh saya keluar bandara dengan niat mencari travel dari padang ke Kayu Aro, namun yang saya dapatkan malah harga travel yang sangat mahal jadi saya mengurungkan niat untuk langsung membooking travel tersebut.

Sedikit kebingungan mencari tempat duduk di sekitaran bandara, tidak sama dengan bandara Ngurah Rai atau Soeta tempat duduk dengan mudah ditemukan. Akhirnya setelah berjalan sedikit jauh saya menemukan ruang smoking area yang menyediakan tempat duduk. Handphone saya berdering pertanda dari telpon dari bang Niko, ternyata bang Niko sudah berdiri di depan saya. Ah akhirnya bertemu juga dengan orang itu, badannya tegak seperti pria Minang pada umumnya.

Pertemuan saya dengan bang niko cukup cair, dia pribadi yang menyenangkan, pengetahuannya cukup luas, dan tentu saja baik sekali, terbukti dari kesedian dia menjemput saya di bandara Minangkabau, padahal bandara dari kota padang itu cukup jauh.
halo padang
Namun karena keterbatasan waktu, saya hanya sempat diajak berkeliling kota Padang saja. Hingga malam menjemput, masalah lain datang, Naya ketinggalan pesawat. Jadi dia terpaksa menyusul keesokan paginya. Akhirnya Kami berempat terpisah-pisa, Andre dan Bayu menginap di rumah kang ojek karena bandara Minang tidak buka 24 jam jadi tidak diperbolehkan menginap di bandara, sedangkan Naya menginap di bandara Soekarno Hatta untuk menunggu penerbangan pertama di pagi hari berikutnya.  Dan saya terpaksa menginap di kosan teman bang Niko, kak Layla. Orangnya polos dengan baik hati mau menerima orang asing menumpang di kamarnya. Kami sempat mengobrol banyak, tentang Indonesia, dan mengapa saya bisa tedampar di Padang seperti saat itu. Dia belum pernah keluar Sumatera Barat, karena itu pada saat saya menceritakan kota asal saya, Toraja, dan tempat tinggal saya, Bali, dia begitu antusias mendengarnya.
rumah adat minangkabau

sesenang itu di bawa ke sini walaupun bukan di Bukit Tinggi langung

museum adaat minangkabau

Pagi itu saya dikagetkan dengan telvon dari Andre bahwa sebentar lagi saya akan dijemput travel dan nyatanya saya baru saja bangun tidur. Pagi yang dimulai dengan terburu-buru sangatlah tidak enak. Setelah menyelesaikan packingan saya pamit kepada kak Layla dan Dia memberikan saya sekantong plastik buah yang katanya untuk bekal di jalan. Betapa saya beruntung selalu bertemu orang-orang baik disetiap persinggahan. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian.

  Kersik Tuo, Kerinci, Jambi
“kalian turun di sini yah, di depan sana ada penjual sayur kok” ucap supir travel sambil menurunkan tas-tas kami. Sesaat setelah mobil travel itu berlalu kami beranjak mencari basecamp, setelah mengingat-mengingat dari informasi yang kami dapatkan, sepertinya kami berada di Pintu Rimba Gunung Kerinci, untunglah selang berapa lama kami bertemu dengan pendaki yang baru turun dan ternyata benar dugaan kami berada di pintu rimba, sedangkan basecamp kerinci terletak lumayan jauh di bawah sana. Kami memutar langkah dan kembali berjalan kira-kira sejam kemudian bertemu dengan 2 orang pemuda yang menawari untuk mengantar kami ke basecamp Jejak Kerinci yang jaraknya cukup jauh.

Pukul 19.00 kami tiba di basecamp Jejak Kerinci, di sana kami juga bertemu dengan 2 tim yang akan melaukan pendakian keesokan harinya, satu dari Padang, satunya dari Jakarta. Di Basecamp ini kamu bisa menumpang dengan hanya  membayar seiklasnya, ibunya juga dengan senang hati memasakan kita makanan. Di dinding basecamp ini, banyak sekali foto-foto penggapaian orang-orang di puncak Indra Pura, seolah memberi tahu bahwa tempat ini sudah sering menjadi saksi dari mimpi orang-orang yang pernah menapaki titik tertinggi itu.

Memulai Pendakian
Kami memulai pendakian dengan berkendara dengan mobil sewaan dari basecamp ke pintu rimba, kira-kira 10 menit dan kemarin kami menempuhnya dengan berjalan kaki kurang lebih sejam. Pendakian hari itu cukup ramai, ada sekitar 5 rombongan yang mendaki pagi itu, padahal biasanya pendakian ke kerinci tergolong sepi mungkin karena saat itu bertepatan dengan hari libur.
baru mulai emang masih senang 
Pintu Rimba-Pos 1 (20 menit)
Jalur ke pos 1 terbilang landai, hanya saja cukup becek dan licin, hutan masih tertutup rapat. Jalur di sini masih sangat enak, hati masih senang gembira ketika berjalan di jalur ini.
perjalanan ke pintu rimba
Pos 1-Pos 2 (20 menit)
Pos 1 di beri nama Bangku panjang karena terdapat bangunan yang dicor berukuran  panjang.  Jalur masih sama dengan jalur pintu rimba-pos1, hanya saja di jalur ini sudah tidak selandai pos 1, sudah sedikit nanjak yang semakin menambah rasa mendaki di gunung sumatera.
je, kansa, naya
Pos 2-Pos 3 (50 menit)
Pos 2 disebut Batu Lumut, karena jika berjalan sedikit ke arah kiri, maka kita akan berjumpa dengan sungai kecil yang banyak batu berlumutnya. Di pos ini kami sudah banyak bertemu dengan pendaki yang baru naik.
ketemu kansa pendaki cilik

ramai
Pos 3- Shalter I (80 menit)
Pos 3 adalah satunya-satunya pos yang ada bangunan gazebonya, kedua pos sebelumnya hanya ditandai dengan papan nama dan tiang pertanda pos. jalan ke Shalter I sudah mulai menanjak, sudah harus jeli memilih pijakan yang tepat dan terdapat pohon besar yang mistis dikalangan pendaki. Di Shalter I biasa digunakan untuk camping ground, karena tempatnya yang cukup luas bisa berdiri banyak tenda.
shalter I

ketemu pendaki lain
benerin jilbab dulu je


foto dulu yuk

Shalter I-Shalter II (3 jam)
Perjalanan terlama selama trek kerinci sekaligus terberat karena banyak menguras emosi. Di trek inipula kami terkena hujan yang menambah beratnya perjalanan. Di jalur ini kita akan bertemu dengan trek yang berbentuk seperti goa sehingga kita harus sedikit membungkuk untuk melewatinya. Jalur pijakan juga tidak bisa ditempuh dengan mengayunkan kaki seperti jalan biasa, namun dengan sedikit memanjat, disini kesiapan tangan untuk memegang dan kaki untuk memilih pijakan sangat diperlukan. Setelah berjalan selama hampir 3 jam kita akan bertemu denga pos bayangan yang sedikit terbuka, jarak pos bayangan ke Shalter II hanya 10 menit. Pukul 18.00 Wib kami tiba di shalter II, kebanyakan para pendaki mendirikan tenda di sini, namun kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Shalter III.

istirahat sejenak
manjat dek manjat 
berjalan hingga lelah
menyelusuri hutan 
mendaki ke gunung tinggi sekali 

ngambilnya pas ujan, jadinya ngeblur



Shalter II-Shalter III (80 menit)
Sebenarnya jarak tempuh normalnya hanya 45 menit namun kami sampai 80 menit, itu dikarenakan kami memutuskan berjalan saat hari sudah gelap, trek ke Shalter III pun lsama menguras emosi dengan shlater II, karena banyak sekali jalur yang mengharuskan kita memanjat. Terlebih kami semua tidak ada yang tahu jalur, jadi seolah mencari pijakan yang tepat untuk melangkah kemudian memberi tahu yang dibelakang. Itulah mengapa kami cukup lama dijalur ini.
hati hati bang
Shalter III sudah terbuka, letaknya seperti di punggung gunung. Apesnya setelah berniat mendirikan tenda, fream tenda kami banyak yang putus dan tenda basah. Jadi butuh waktu yang tidak sebentar untuk mendirikan tenda dalam keadaan fream yang putus. Untunglah tetangga tenda sebelah abang-abang dari Padang mau memberikan saya dan Naya makanan yang sudah sangat kelaparan, dan mempersilakan kami ke dalam tendanya karena kami kedinginan.
dari warna kerir, sb, jaket, jas ujan, semua : merah, kuning, hijau, biru
Shalter III-Tugu Yuda
Pagi itu begitu dingin tapi tidak menghentikan langkah kami menuju puncak Indra Pura, tepat pukul 04.30 kami memulai pendakian ke puncak. Trek ke puncak itu berpasir tapi pasirnya tidak sehalus mahameru, banyak batu-batu yang menghiasi perjalanan. Setelah berjalan sekitar 90 menit kita akan bertemu lahan datar luas yang disebut Tugu Yuda. Tempat ini diberi nama Tugu Yuda karena dahulu ada pendaki yang hilang di sini bernama Yuda setelah turun dari puncak. summit kali ini kami kekurangan air, karena ternyata di Shalter III  mata airnya tak ada air. Jadi kami hanya membawa sebotol air yang rasanya jangan ditanya, bikin mual karena rasa belerang. Untunglah kami membawa beberapa potong semangaka sebagai penghilang dahaga.







jalur ke puncak




halooo



Tugu Yuda-Puncak Kerinci
Normalnya dari Tugu Yuda ke Puncak Indapura hanya 30 menit namun di tengah jalan, tiba-tiba asap tebal menutupi jalur, mata terasa perih, nafas mulai tak beraturan, batuk-batuk terdengar dari beberapa pendaki yang hendak berjalan menuju puncak. Gerimis jatuh perlahan membasahi tubuh membawa abu belarang yang berjatuhan di jaket. Semuanya berbalik arah turun dari puncak, “turun aja mbak, asap belerangnya makin tebel” sebuah ajakan yang tidak langsung ku iyakan. Saya melihat 3 orang kawan saya yang masih berhenti seolah bingung mau lanjut apa tidak. Sedangkan saya sekitar 5 meter dibelakang mereka, tampak ciut kemudian berbalik belakang ternyata masih ada bang Galih yang mau melanjutkan perjalanan. “Bang bareng yah ke puncaknya, yang lain turun katanya bahaya” ucapku penuh harap. “iya tunggu hujannya reda aja, berlindung aja dulu di balik batu” teriak andre daria atas sana. Pikirku dalam hati, perjalanan ini sudah terlalu jauh, puncak tinggal berapa langkah lagi, semoga berjodoh dengan puncak kerinci, kemudian beberapa saat hujan berhenti, asap tebal mulai terbawa angin, jalur mulai terlihat lagi dan kami memulai langkah kembali.
lombok, jawa, jakarta, toraja di atap sumatera
Terdengar teriakan Bayu yang lebih dahulu sampai puncak, kemudian disusul dengan yang lain. Ah rasa haru diluar akal sehat bisa sampai di sini, tanah ke dua tertinggi di Indonesia. Tampak pemandangan Danau Gunung Tujuh yang merupakan danau tertinggi di Asia berpadu dengan pijakan yang berbatasan langsung dengan jurang kawah yang masih aktif. Sungguh perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata biasa, semua yang keluar dari mulut hanya ungkapan hiperbola semata terlebih cuaca yang sebelumnya mendung mendadak kami diberi awan putih yang bergumpal-gumpal seolah ingin menyambut kedatangan kami, ah akhirnya kaki saya bisa berdiri di sini, Gunung Berapi tertinggi di Indonesia. Terima kasih gunung Kerinci mengizinkan saya untuk menapakimu.
orang-orang yang berhasil melanjutkan perjalanan hingga akhir
naya, si cewek pantang menyerah 
kansa, anak umur 10 tahun, udah nginjak  banyak gunung
sesenang itu sampai di titik ini
-------
Perjalanan ke gunung kerinci ini adalah perjalanan terjauh saya seorang diri. Perjalanan yang banyak mengubah pola pikir dan sikap saya, kenapa ? karena saya berhasil keluar dari zona nyaman saya sendiri yang biasanya naik gunung dengan mereka (my bro n my sis) sekarang bersama mereka yang baru saya kenal. Bagaimana merubah presepsi saya yang dulu yang terpenting dari sebuah perjalanan itu  bersama siapa, ternyata mulai bergeser.  bagaimana cara menyamakan sudut pandang dengan mereka yang berbeda dengan saya . Namun yang paling penting bagaimana saya bisa berjalan sendiri sejauh ini, mendaki sendiri setinggi ini tanpa ada embel-embel manja kepada mereka yang selalu mengerti keadaan saya, kemudian berusaha menerima sesuatu yang belum tentu saya sukai, dan tentu saja mengamati dan mengerti karakteristik orang-orang yang kau temui adalah hal yang menyenangkan. Ternyata benar kata orang-orang, semakin kamu berjalan jauh, semakin akan banyak merubah diri mu sendiri.
Terima kasih Tuhan satu resolusi tahun ini terselesaikan dengan sangat baik.
 Jadi udah beranikan berjalan semakin jauh lagi seorang diri je?


semakin kaki jauh berjalan, semakin kita tahu batas dalam diri kita, semakin pula kita menjadi mengerti banyak hal.
--------------------------------------------------------------------------------
How to get there :
- meskipun Gunung kerinci termasuk dalam wilayah Jambi, namun lebih dekat ketika kita berangkat dari Padang
-Dari bandara Minangkabau, Padang dilanjutkan naik travel Ke Kersik Tou Jambi, sekitar 7 jam ,  ada alternatif lain, naik damri ke terminal kemudian lan travel yang pastinya lebih murah daripada travel di bandara.
- jika punya uang lebih, berhentilah  di penginapan sekitaran kaki gunung kerinci, namun jika ingin yang lebih murah (bayar seiklasnya) dan bertemu pendaki lain silakan berhenti di Basecamp Jejak Kerinci, berdekatan dengan Pasar , Tugu Macan  mdan PLN di Kersik Tuo. 
-dari basecamp ke pintu rimba bisa menyewa angkot, tanya saja pada penghuni tetap basecamp. 
How much does it cost: 
-Tiket Jakarta-Padang  Rp.450.000
-Bandara Minangkabau-Kersik Tuo Rp. 140.000
-Basecamp-Pintu Rimba Rp.15.000

-SIMAKSI Kerinci Rp.7.500/orang/hari 

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment